1.
Borobudur
Bukti kecanggihan teknologi dan arsitektur
Borobudur adalah candi yang diperkirakan mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja
Mataram bernama Samaratungga dari wangsa Syailendra. Borobudur merupakan
bangunan candi yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek moyang kita membangun Borobudur yang
demikian berat dapat berdiri kokoh dengan tanpa perlu memakukan ratusan paku
bumi untuk mengokohkan pondasinya, tak terbayangkan pula bagaimana batu-batu
yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan diangkut ke area pembangunan di atas
bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada masa kini, sulit membangun sebuah candi
yang mampu menyamai candi Borobudur. Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang memiliki elemen-elemen yang mirip dengan
bentuknya secara keseluruhan.
Candi borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang di dalamnya terdiri dari
stupa-stupa lain yang lebih kecil. Terus hingga ketidakberhinggaan. Sungguh
mengagumkan nenek moyang kita sudah memiliki pengetahuan seperti itu. Bangunan
Candi Borobudur benar-benar bangunan yang luar biasa.
2.
Kapal Jung Jawa
Teknologi kapal raksasa
Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus, para penjelajah laut Nusantara sudah
melintasi sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500 tahun sebelum Masehi
orang-orang China sudah mengembangkan beragam jenis kapal dalam berbagai
ukuran, hingga abad VII kecil sekali peran kapal China dalam pelayaran laut lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan
Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya,
negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di "Laut
Selatan".
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera pada pertengahan abad ke-16 Diego de
Couto dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645 menyebutkan, orang Jawa lebih dulu
berlayar sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal abad ke-16 berkulit cokelat seperti
orang Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa," kata Couto, sebagaimana
dikutip Anthony Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur membuktikan bahwa sejak dulu nenek
moyang kita telah menguasai teknik pembuatan kapal. Kapal Borobudur telah
memainkan peran utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa pelayaran, selama
ratusan ratus tahun sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur digeser oleh Jung besar Jawa, dengan
tiga atau empat layar sebagai Jung. Kata "Jung" digunakan pertama
kali dalam perjalanan biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan Ibn
Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa sebagai penguasa laut Asia Tenggara.
Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda dari karya kapal Borobudur; seluruh
badan kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat tiang layar, terbuat dari papan
berlapis empat serta mampu menahan tembakan meriam kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi kapal perang Portugis. Jung
terbesar dari Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000 ton yang digunakan sebagai
pengangkut pasukan Nusantara untuk menyerang armada Portugis di Malaka pada
1513. Bisa dikatakan, kapal jung Nusantara ini disandingkan dengan kapal induk
di era modern sekarang ini.
3.
Keris
Kecanggihan teknologi penempaan logam
Teknologi logam sudah lama berkembang sejak awal masehi di nusantara. Para empu
sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi
penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor. Teknik penempaan disertai
pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu
bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai
ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik,
menarik dan sulit. Perkembangan teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu
teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan
keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium
lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan
namun sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang
mencapai 60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel
yang berkisar 10 ribu derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam
lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan
karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar
tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan
dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk
membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru
kendali antar benua.
4.
Benteng Keraton Buton
Arsitektur bangunan untuk pertahanan
Di Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng yang dibangun di atas bukit seluas
kurang lebih 20,7 hektar. Benteng yang merupakan bekas ibukota Kesultanan Buton
ini memiliki bentuk arsitek yang cukup unik, terbuat dari batu kapur.
Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki panjang keliling 2.740 meter.
Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga / kubu pertahanan
(bastion) yang dalam bahasa setempat disebut baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam
seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan sebelah selatan terdapat godana-oba
(gudang mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal
memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Benteng
ini menunjukkan betapa hebatnya ahli bangunan nenek moyang kita dalam membuat
teknologi bangunan untuk pertahanan.
5.
Si Gale gale
Teknologi Robot tradisional Nusantara
Orang Toba Batak Sumatra utara pada zaman dahulu sudah bisa membuat robot
tradisional yang dikenal dengan sebutan si gale-gale. Boneka ini menguasai
sistem kompleks tali yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali yang ditarik
ulur inilah boneka itu dapat membungkuk dan menggerakan "tangannya"
sebagai mana layaknya orang menari.
Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo di Samosir membuat patung dari kayu
untuk mengenang anak satu-satunya yang meninggal dunia. Patung kayu tersebut
dapat menari-nari yang digerakkan oleh beberapa orang. Sigale - gale dimainkan
dengan iringan musik tradisional khas Batak.
Boneka yang tingginya mencapai satu setengah meter tersebut diberi kostum
tradisional Batak. Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul selama pertunjukan
menciptakan kesan-kesan dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan kiri, mata dan lidahnya dapat
bergerak, kedua tangan bergerak seperti tangan-tangan manusia yang menari serta
dapat menurunkan badannya lebih rendah seperti jongkok waktu menari.
Si gale-gale merupakan bukti bahwa nenek moyang kita sudah dapat membuat boneka
mekanikal atau robot walau dalam bentuk yang sederhana. Robot tersebut
diciptakan untuk dapat meniru gerakan manusia.
6.
Pengindelan Danau Tasikardi, Banten
Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek moyang kita ternyata sudah mengembangkan teknologi penyaringan air
bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan Banten telah membangun Bangunan penjernih
air untuk menyaring air yang berasal dari Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan.
Proses penjernihannya tergolong sudah maju. Sebelum masuk ke Surosowan, air
yang kotor dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan disaring melalui tiga
bangunan bernama Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan mengendapkan dan menyaring
kotoran. Air selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat serangkaian pipa panjang
yang terbuat dari tanah liat dengan diameter kurang lebih 40 cm.
Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut sudah mampu menguasai teknologi
pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau buatan. Sebagai situs sejarah,
keberadaan danau ini adalah bukti kegemilangan peradaban Kesultanan Banten pada
masa lalu.
Untuk ukuran saat itu, membuat waduk atau danau buatan untuk mengairi areal
pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan air bagi penduduk merupakan terobosan
yang cemerlang.
7.
Karinding
Teknologi pengusir hama dengan gelombang suara
Ternyata nenek moyang dan leluhur kita mempunyai suatu alat musik tiup
tradisional yang berfungsi sebagai hiburan sekaligus pengusir hama.
Alat musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah kawung atau bambu berukuran 20 x
1 cm yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada
(disebut cecet ucing atau ekor kucing), pembatas jarum, dan bagian ujung yang
disebut panenggeul (pemukul).
Jika bagian panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan bergetar dan ketika
dirapatkan ke rongga mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang khas.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi juga ternyata berfungsi mengusir hama
di kebun atau di ladang pertanian. Suara yang dihasilkan oleh karinding
ternyata menghasilkan gelombang low decibel yang menyakitkan hama sehingga
mereka menjauhi ladang pertanian.
Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh alat musik tersebut menyakitkan bagi hama
tersebut, atau bisa dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari rentang
frekuensi suara hama tersebut, sehingga hama tersebut akan panik dan terganggu
konsentrasinya.
Kecanggihan Karinding sebagai bukti bahwa nenek moyang kita sejak dulu sudah
mampu menciptakan alat yang menghasilkan gelombang suara. Ini adalah alat
mengusir hama yang aman bagi lingkungan. Dibutuhkan perhitungan yang teliti
untuk menciptakan alat musik seperti itu.
8.
Rumah Gadang
Arsitektur Rumah Aman Gempa
Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh maju
melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang ternyata
telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi.
Rumah gadang di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang
memiliki daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga
berkekuatan di atas 8 skala richter.
Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil menerima guncangan dari
bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap bangunan terdistribusi ke semua
bangunan.
Rumah gadang tidak menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak
sebagai sambungan membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur.
Selain itu kaki atau tiang bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi
atau tanah. Tapak tiang dialas dengan batu sandi.
Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang dari tanah, sehingga tidak
mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran gempa bumi, Rumah Gadang
hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti gelombang yang ditimbulkan getaran
tersebut
Darmansyah, ahli konstruksi dari Lembaga Penanggulangan Bencana Alam, Sumatera
Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih
maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada zamannya.
9.
Tempe
Pemanfaatan bioteknologi untuk makanan
Tempe merupakan hasil bioteknologi sederhana khas Indonesia. Nenek moyang
bangsa Indonesia telah menggunakan Rhizopus untuk membuat tempe dari kedelai.
Semua ini adalah penggunaan mikroba atau mikroorganisme pada tingkat sel untuk
tujuan pangan.
Sebenarnya mengolah kedelai dengan ragi juga dilakukan di negara lain seperti
China, Jepang, India, dll. Tetapi yang menggunakan Rhizopus hanya di Indonesia
saja. Jadi kemampuan membuat tempe kedelai adalah penemuan orang Indonesia.
Tempe sudah dikenal sejak berabad-abad lalu di Nusantara. Dalam bab 3 dan bab
12 manuskrip Serat Centhini dengan seting Jawa abad ke-16 telah ditemukan kata
"tempe".
Kini, tempe sudah merambah manca negara, tidak saja karena rasa dan aromanya,
namun juga karena kandungan gizinya. Penemuan tempe adalah sumbangan nenek
moyang kita pada seni masak dunia.
10.
Pranata Mangsa
Sistem penanggalan musim bukti kepandaian ilmu astronomi nenek moyang kita
Seperti kebudayaan-kebudayaan lain di dunia, masyarakat asli Indonesia sudah
sejak lama menaruh perhatian pada langit. Pengamatan langit digunakan dalam
pertanian dan pelayaran.
Dalam masyarakat Jawa dikenal pranatamangsa, yaitu peramalan musim berdasarkan
gejala-gejala alam, dan umumnya berhubungan dengan tata letak bintang di
langit.
Menurut Daldjoeni di bukunya "Penanggalan Pertanian Jawa Pranata
Mangsa", Pranata Mangsa tergolong penemuan brilian. Kompleksitasnya tak
kalah bobot dari sistem penanggalan yang ditemukan bangsa Mesir Kuno, China,
Maya, dan Burma. Lebih-lebih jika dibandingkan dengan model Farming Almanac ala
Amerika, Pranata Mangsa jauh lebih maju.
Meskipun teknologi sudah semakin canggih seperti sekarang ini, penerapan
perhitungan pranata mangsa masih relevan. Hal itu dikarenakan nenek moyang kita
dulu mempelajari gejala-gejala alam seperti musim hujan/kemarau, musim tanaman
berbunga/berbuah, posisi rasi bintang, pengaruh bulan purnama, dan sebagainya.
Dengan mempelajari gejala-gejala alam tersebut nenek moyang kita dapat lebih
menghargai kelestarian alam.
Sebenarnya masih banyak teknologi-teknologi yang digunakan nenek moyang kita
yang tidak dituliskan disini.
Dari penemuan-penemuan itu sebenarnya sejak dulu bangsa Indonesia sudah mampu
menguasai teknologi canggih di zamannya maka tidak pantas lah bila kita
menyombongkan diri sebagai generasi sekarang bila kita tidak menghargai dan
mengapresiasi leluhur kita.
Nenek moyang kita telah berhasil membangun candi-candi yang sangat indah
arsitekturnya dan bertahan ratusan tahun.
Nenek moyang kita juga membangun armada laut yang telah mengarungi samudra
luas.
Nenek moyang kita juga telah menemukan benda-benda yang tebilang sederhana tapi
banyak manfaatnya.
Itu semua bukti bahwa nenek moyang kita sangat cerdas. Penjajahlah yang telah
membuat kita lemah dan kurang percaya diri. Karena itu, setelah menjadi bangsa
yang merdeka kita harus dapat bangkit kembali untuk mensejajarkan diri dengan
bangsa lain yang telah maju. Salam Ayepmetal :)